RDP dengan Komisi III DPR, ICJR Dorong KUHAP, UU TPPO, dan UU Narkotika Direvisi

JAKARTA l Racikan.id – Institute Criminal for Justice Reform (ICJR) mendorong sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang perlu dimasukkan ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) tahun 2025.

Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu saat menghadiri rapat dengar pendapat umum bersama Komisi III DPR RI, Jakarta, Kamis (7/11/2024), menekankan salah satu revisi UU yang perlu didorong adalah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana itu yang paling penting menurut kami,” kata Erasmus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/11/2024).

Menurut Erasmus, revisi KUHAP perlu segera dilakukan guna mengoptimalkan implentasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang resmi berlaku pada 2026 mendatang.

Nantinya, lanjut Erasmus, dalam revisi KUHAP ini dapat dibahas lebih lanjut soal prosedur aparat penegak hukum (APH) dalam melakukan proses penyelidikan dan penyidikan seperti ketentuan menghentikan perkara, penahanan, penyadapan, penyitaan, hingga penggeledahan.

“Jadi sekitar kurang dari 2 tahun lagi. Kalau ini mau efektif tentu harus ada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang baru. Itu yang satu. Berikutnya adalah revisi UU Narkotika. Salah satu poin yang diusulkan agar pengguna narkotika dalam jumlah kecil tidak perlu dipenjara, melainkan cukup direhabilitasi,” beberapa Erasmus.

Menurut Erasmus, hal ini juga dapat menjadi solusi mengurangi beban di lembaga pemasyarakatan (lapas).

“Jadi pengguna-penggunaan kecil harusnya tidak masuk penjara kita. Itu yang paling penting, saya kira tadi poin-poin dalam diskusi,” ucap Erasmus.

Usulan lainnya, sebut Erasmus, adalah soal RUU Advokat.

“ICJR menilai perlu ada aturan terkait penguatan peran advokat,” tegas Erasmus.

Erasmus menyebut pengaturan soal advokat yang ada saat ini masih berantakan lantaran terlalu banyak organisasi advokat dan tidak memiliki standar yang sama.

“Ada masalah organisasi advokat yang tidak berfungsi dengan baik. Karena kita punya organisasi advokat yang sudah banyak sekali, tapi tidak ada pengaturan yang lebih jelas. Jadi tidak clear, padahal advokat adalah organisasi atau profesi yang kemudian dia dasarnya untuk mewakili hak-hak masyarakat, pencari keadilan,” pungkas Erasmus Napitupulu. (***)

Tinggalkan Balasan