JAKARTA l Racikan.id – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan konsep zonasi selama 8 tahun terakhir dianggap oleh banyak pihak merupakan konsep yang gagal.
Menyikapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi pun angkat bicara.
Dede mengungkapkan, niat awal digunakan konsep zonasi pada PPDB adalah menghilangkan sekolah favorit.
“Awalnya dengan adanya sekolah favorit dulu semua orang berbondong-bondong menuju kepada sekolah favorit, maka dibuatlah konsep yang namanya PPDB ini. Awalnya itu adalah memberikan kesempatan agar orang yang berada di wilayah itu juga bisa menempati sekolah yang ada,” kata Dede saat me jadi narasumber Diskusi Dialektika Demokrasi DPR RI bertema “Mencari Solusi Menuju PPDB yang Transparan dan Efektif” di Ruang PPIP, Gedung Nusantara 1, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/7/2024).
Menurut Dede, permasalahan yang belum diselesaikan oleh negara jumlah sekolah.
“Kalau kita berbicara kenapa PPDB ini masih terjadi terus-menerus karena jumlah sekolah jenjang perjenjang pendidikan tidak sama dengan output daripada siswa di jenjang sebelumnya,” ujar Politisi Partai Demokrat ini.
“Jadi kalau kita berbicara SD outputnya katakanlah misalnya 5 juta siswa SMP hanya sanggup menampung mungkin hanya 3 juta siswa maka ada dua juta lainnya yang akhirnya boleh dikatakan belum tentu mendapat sekolah atau akhirnya lari kepada yang namanya mungkin apa sekolah masyarakat dan sebagai demikian juga SMP menuju kepada SMA jumlah sekolahnya kurang,” lanjut Dede.
Dede mengingatkan, isu ini mau tidak mau harus dipecahkan karena kalau tidak mau pakai konsep apapun yang namanya zonasi ini itu selama jumlah siswanya masih lebih banyak daripada jumlah siswa lulusan lebih banyak daripada yang bisa ditampung ini masih akan terjadi. kami DPR tahun 2023 telah meminta pemerintah kami berikan.
Opsi yang kedua, beber Dede, masih bayak masih banyak nilai adalah jika PPDB ini ternyata lebih banyak penyimpangannya maka harus mengganti formula baru untuk sistem penerima ada opsi kembali kepada tes setiap sekolah tetapi itu penting tidak akan menjawab permasalahan bahwa masih banyak orang yang ingin mengejar sekolah-sekolah favorit walaupun saat ini sudah di zonasikan tapi realitanya sekolah favorit masih tetap jadi sasaran siswa ataupun orang tua siswa.
“Nah ini kita harus pahami kalau saja selama ini masih dianggap terjadi sekolah favorit ini tandanya ketidakmampuan pemerintah dalam hal ini pemerintah ada Kemendikbud dan ada pemerintah daerah karena jenjang SD SMP SMA itu adanya di pemerintah daerah ketidakmampuan untuk membuat sekolah lain menjadi favorit karena yang favorit yang paling hanya satu dua tiga sementara yang lainnya itu tidak katakanlah tidak favorit apa sih yang disebut favorit atau tidak favorit itu banyak salah satunya adalah sarana prasarana akses gurunya lalu kemudian juga eee ya mungkin ruang belajar dan lain-lain,” papar Dede.
Dede mengatakan, lapangan itulah yang kemudian akhirnya dikatakan masuk sekolah ini akan lebih nyaman akan lebih baik dan menjadi unggulan untuk masuk ke jenjang berikutnya ini yang terjadi padahal harapannya adalah dengan sistem PPDB dan zonasi ini sekolah-sekolah lain di upgrade supaya kualitasnya sama dengan sekolah favorit tersebut sehingga sekolah lain pun juga menjadi tujuan daripada siswa-siswa.
Solusi kedua, sebut Kang Dede, juga adalah bagaimana caranya menggerakkan sekolah-sekolah swasta agar menjadi sama kualitasnya dengan sekolah-sekolah negeri
“Jadi kalau Bapak Ibu tahu mungkin saat ini PPDB itu namanya di sekolah negeri di sekolah swasta kami sering mendapatkan skala Selatan datang yang mengatakan kami kekurangan murid karena semua larinya ke negeri inirupanya mencapai Rp60.000 – Rp40.000 mahasiswanya ya sementara sekolah-sekolah swasta mulai. (***)