Merasa Yakin Partai Buruh Resmi Ajukan Gugatan UU Pilkada ke MK

Oleh: Said Salahudin

Partai Buruh bersama Partai Gelora secara resmi menyerahkan berkas permohonan uji materiil UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi, Selasa (21/5/2024)

Secara prosedural permohonan sebenarnya sudah kami daftarkan kemarin, Senin (20/5/2024) melalui online dengan tanda terima nomor 4/PAN.ONLINE/2024. Jadi hari ini penyampaian berkas fisiknya. Bertindak sebagai Pemohon adalah Partai Buruh (Pemohan I) dan Partai Gelora (Pemohon II).

Para Pemohon menguji ketentuan Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada).

Norma tersebut diuji karena tidak adil. Sebab, Pasal 40 ayat (3) menentukan pencalonan di pilkada hanya bisa dilakukan oleh parpol/gabungan parpol yang mempunyai kursi DPRD saja. Sedangkan parpol yang memperoleh suara di Pemilu 2024 tetapi tidak memperoleh kursi DPRD, tidak diberikan hak untuk ikut mengusulkan paslon.

Aturan pencalonan itu menyimpang dari prinsip keadilan Pemilu (electoral justice) dan persamaan kesempatan (equality of opportunity) diantara partai-partai politik peserta Pemilu 2024.   

Kalau diuji dengan UUD 1945, Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada bertentangan dengan setidaknya enam prinsip yang diatur dalam konstitusi, yaitu; prinsip kedaulatan rakyat [Pasal 1 ayat (2)]; prinsip Negara Hukum [Pasal 1 ayat (3)]; prinsip demokrasi pilkada [Pasal 18 ayat (4)]; prinsip persamaan dimuka hukum [Pasal 27 ayat (1)]; prinsip atas hak kolektif membangun masyarakat, bangsa, dan negara [Pasal 28C ayat (2)]; serta prinsip kepastian hukum yang adil [Pasal 28D ayat (1)].   

Kami sangat yakin permohonan ini akan dikabulkan dan diputus secara cepat oleh MK sebelum masuknya tahap pendaftaran pasangan calon tanggal 27-29 Agustus 2024.

Setidaknya ada tiga alasan yang mendasari keyakinan kami bahwa perkara ini akan dikabulkan dan bisa diputus kilat oleh MK. 

Pertama, substansi permohonan yang kami ajukan sebetulnya sudah pernah diputus pada 19 tahun yang lalu di tahun 2005 melalui Putusan MK Nomor 005/PUU-III/2005. Dalam Putusan itu pada pokoknya MK menyatakan, parpol yang tidak mempunyai kursi DPRD, sepanjang memperoleh suara pada Pemilu DPRD, harus diberikan hak untuk ikut mengusulkan pasangan calon di Pilkada.    

Sikap MK yang menjamin hak parpol ‘non-seat’ untuk ikut mengusulkan pasangan calon bahkan dipertegas oleh Mahkamah di tahun 2007 melalui Putusan MK Nomor 5/PUU-V/2007. Jadi, sampai hari ini MK tidak pernah mengubah pendiriannya terkait hal tersebut.

Kedua, oleh karena MK sudah pernah menyatakan inkonstitusional aturan tentang pengusulan paslon yang hanya dikhususkan untuk parpol yang mempunyai kursi DPRD saja, maka logisnya MK juga bisa dengan mudah membatalkan kembali aturan tersebut. 

Praktik pembatalan substansi aturan yang sudah pernah dinyatakan inkonstitusional tetapi dimuat kembali dalam undang-undang yang lain, sudah beberapa kali dilakukan MK. 

Contoh, melalui Putusan Nomor 20/PUU-XX/2023, MK membatalkan kewenangan jaksa dalam UU Kejaksaan untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Kewenangan yang sebelumnya diatur dalam KUHAP itu sebetulnya sudah pernah dinyatakan inkonstitusional oleh Putusan MK Nomor 33/PUU-XIV/2016. Jadi, dua kali MK batalkan substansi aturan itu.

Dasar keyakinan kami yang ketiga adalah MK akan menggelar persidangan dengan acara pemeriksaan cepat (speedy trial), mengingat tahap pendaftaran paslon di pilkada sudah semakin dekat. 

Praktik semacam itu sudah cukup sering dilakukan oleh Mahkamah terhadap substansi perkara yang sudah jelas, apalagi sudah pernah diputus sebelumnya oleh MK di perkara yang lain. Dulu, MK bahkan hanya perlu menggelar satu kali sidang, dan langsung menjatuhkan putusan pada perkara nomor 102/PUU-VII/2009.

Jadi, pada permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora ini kami yakin MK akan langsung menjatuhkan putusan lewat satu-dua kali sidang saja tanpa perlu mendengarkan Keterangan DPR dan Pemerintah yang memang tidak wajib dilakukan MK.

*Penulis adalah Ketua Tim Kuasa Hukum Partai Buruh dan Partai Gelora

Tinggalkan Balasan