JAKARTA l Racikan.id – Tidak benar pernyataan KPU yang mengatakan perpanjangan waktu pendaftaran paslon di wilayah yang hanya memiliki calon tunggal sudah berakhir. Tidak benar pula jika dikatakan parpol yang sebelumnya sudah mendaftarkan paslon dilarang untuk mendaftarkan paslon baru.
Demikian dikatakan Ketua Tim Pilkada Pusat Partai Buruh Said Salahudin kepada para wartawan, Jumat (6/9/2024).
Said mengatakan, Ketentuan Pasal 49 dan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada), telah tegas mengatur mengenai tata cara, prosedur, dan mekanisme apabila hanya terdapat satu pasangan calon (paslon).
Pertama, sebut Said, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota harus terlebih dahulu melakukan penelitian kelengkapan persyaratan administrasi paslon serta melakukan klarifikasi kepada instansi terkait apabila diperlukan terhadap paslon yang sudah mendaftar pada tanggal 27–29 Agustus lalu.
“UU Pilkada memberikan waktu paling lama tujuh hari kepada KPU daerah untuk melakukan proses tersebut. Ini artinya, masa penelitian berakhir di tanggal 5 September,” kata Said.
Kedua, lanjut Said, UU Pilkada memerintahkan kepada KPU daerah untuk memberitahukan secara tertulis hasil penelitian kepada parpol/gabungan parpol paling lambat dua hari setelah berakhirnya masa penelitian.
“Dengan demikian proses pemberitahuan ini akan berakhir di tanggal 7 September,” ujar Said
Ketiga, tutur Said, apabila berdasarkan hasil penelitian persyaratan paslon belum lengkap, maka KPU daerah wajib memberikan waktu selama tiga hari kepada paslon untuk memperbaiki dokumen persyaratan.
“Dengan asumsi pemberitahuan berakhir di tanggal 7 September, maka batas waktu perbaikan persyaratan paslon adalah tanggal 10 September,” tegas Ketua Tim Kuasa Hukum Perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 di Mahkamah Konstitusi ini.
Keempat, tambah Said, dalam hal setelah berakhirnya masa perbaikan hanya terdapat satu paslon yang memenuhi persyaratan, maka UU Pilkada memerintahkan untuk dilakukan penundaan tahapan pilkada selama 10 hari.
“Ini artinya, mulai tanggal 11–20 September, di daerah yang hanya terdapat paslon tunggal, tahapan pilkada harus di stop dulu untuk memberi kesempatan kepada parpol mempersiapkan paslon baru,” ulas Said.
Kelima, tukas Said, setelah masa jeda 10 hari terlampaui, maka KPU daerah diwajibkan untuk membuka kembali pendaftaran paslon baru dalam kurun waktu selama tiga hari.
“Berdasarkan ketentuan ini, maka perpanjangan pendaftaran untuk paslon baru diwilayah yang hanya terdapat paslon tunggal baru akan dimulai pada tanggal 21–23 September,” ungkap Said.
Kalau sampai batas waktu perpanjangan pendaftaran tidak ada pengusulan paslon baru, sambung Said, maka merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015, tanggal 29 September 2015, KPU daerah baru diperbolehkan menyelenggarakan pilkada dengan paslon tunggal.
Dengan demikian, ujar Said, maka tidak benar keterangan KPU yang menyatakan masa perpanjangan pendaftaran di daerah yang mempunyai paslon tunggal sudah ditutup pada tanggal 4 September.
“Sebab, masa perpanjangan pendaftaran seharusnya baru dibuka kembali oleh KPU daerah pada tanggal 21–23 September,” terang Said.
Oleh sebab itu, ucap Said, tidak benar informasi dari KPU yang menyatakan pilkada dengan paslon tunggal resmi dilaksanakan di 41 daerah.
“Sebab, parpol/gabungan parpol masih dapat mengajukan paslon baru di akhir minggu ketiga bulan September,” jelas Said.
Pertanyaannya, tanya Said, boleh tidak parpol yang sebelumnya sudah mendaftarkan paslon kemudian mencalonkan paslon baru di daerah paslon tunggal?
“Jawabannya boleh,” jawab Said.
Ketentuan ini, tukas Said, merujuk Pasal 12 Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024 Tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, yang pada intinya menentukan apabila parpol mengusulkan lebih dari satu paslon, maka KPU wajib meminta klarifikasi kepada parpol bersangkutan untuk menentukan paslon mana yang resmi diusulkan.
“Oleh sebab itu, mengingat pilkada merupakan momentum pelaksanaan kedaulatan rakyat, maka KPU harus meluruskan informasi yang tidak benar kepada masyarakat agar ruang demokrasi dalam pencalonan pilkada tetap terbuka dan potensi pilkada dengan kotak kosong dapat diminimalisir,” pungkas Said Salahudin. (***)