Oleh: Jamiluddin Ritonga (*)
PDI Perjuangan (PDIP) hingga saat ini belum memutuskan siapa yang akan diusung pada Pilkada Jakarta.
Ada kemungkinan PDIP baru memunculkan calon yang akan diusung setelah Koalisi Indonesia Maju (KIM) mengumumkan calonnya. Hal itu akan dilakukan PDIP tampaknya untuk memastikan apakah calon yang diusung KIM berkaitan dengan trah Jokowi atau tidak.
Kalau KIM tidak mengusung trah Jokowi, ada kemungkinan PDIP akan mengusung cagub. Bisa saja PDIP mengajukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Andika Perkasa, Tri Rismaharini, atau Pramono Anung.
Dari nama-nama tersebut, hanya Ahok yang memiliki elektabilitas tinggi. Karena itu, hanya Ahok yang punya nilai jual untuk menang.
Untuk memuluskan Ahok maju, PDIP berpeluang mendekati PKB. PKB juga punya sosok Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah, yang layak mendampingi Ahok.
Pasangan Ahok-Ida berpeluang kompetitif melawan kandidat lainnnya seperti Anies Baswedan dan Ridwan Kamil. Duet ini setidaknya masih berpeluang menang.
Masalahnya, apakah PKB mau mengusung Ahok ? Kalau dilihat PKB yang terus menggaungkan Anies, tampaknya kecil kemungkinan PKB mau mengusung Ahok.
PKB tampaknya justru berupaya mengajak PDIP untuk bersama mengusung Anies. Kader PDIP tampaknya ditawari untuk mendampingi Anies sebagai cawagub.
Kalau PDIP tidak mau kadernya jadi cawagub, maka peluang berkoalisi hanya dengan salah satu partai dari KIM. Sebab, kalau berkoalisi dengan PPP dan Perindo, tetap belum cukup untuk mengusung cagub.
Karena itu, PDIP mau tak mau harus berkoalisi dengan KIM. Di sini juga menimbulkan masalah, apakah KIM mau berkoalisi dengan PDIP?
PDIP masih berpeluang berkoalisi dengan Gerindra bila terjadi kebuntuan dengan Golkar dalam menetapkan cagub di Pilkada Jakarta. Kalau Gerindra mau, juga masih menyisakan persoalan, siapa yang akan jadi cagub dan cawagub.
Dua partai tersebut bisa saja mengalami kebuntuan. Karena itu, peluang berkoalisi juga sulit diwujudkan.
Berbeda halnya bila KIM mengusung trah Jokowi di Pilkada Jakarta. PDIP tampaknya akan menutup diri untuk berkoalisi dengan KIM.
Pilihan PDIP hanya tinggal dua. PDIP berkoalisi dengan PKB. Peluang koalisi ini terwujud juga relatif kecil. Sebab, PKB tampaknya akan tetap menginginkan Anies jadi cagub dan cawagubnya dari PDIP.
Kalau PDIP bersedia, tentu kesepakatan dengan PKS dan Nasdem. Sebab, dua partai ini sudah lebih dahulu mengusung Anies.
Jadi, posisi PDIP tampaknya seperti simalakama. Ke KIM, PDIP tak akan mau berkoalisi bila ada trah Jokowi. Sementara kalau berkoalisi dengan PKS, NasDem, dan PKB, peluang terbesar hanya mengusung pendamping Anies.
Karena itu, dalam Pilkada Jakarta 2024, PDIP dalam posisi dilematis. Partai besar tapi sulit mencalonkan kadernya jadi cagub. Tentu sungguh ironi.
*Penulis adalah Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul dan Dekan Fikom IISIP 1996-1999