Pengesahan 3 RUU Hanya untuk Legitimasi Politik Bagi-Bagi Jabatan

Oleh: Muhammad Isnur (*)

YLBHI menilai pengesahan 3 RUU yakni revisi UU Wantimpres, UU Kementerian Negara, dan UU Imigrasi pada Kamis (19/9/2024) oleh DPR RI dan pemerintah bermasalah bertentangan dengan prinsip demokrasi dan negara hukum.

YLBHI menyayangkan DPR RI dan pemerintah masih terus mempraktikan pendekatan otoriter, melawan prinsip demokrasi dan konstitusi dalam penyusunan UU dengan mengabaikan partisipasi bermakna masyarakat. Menutup akses informasi dan partisipasi serta mengesahkan tergesa-gesa di ujung masa jabatan adalah manuver politik memalukan Presiden dan DPR RI.

Sebagaimana diketahui, UU Wantimpres hanya di susun dalam waktu beberapa hari. DPR RI berdalih RUU tidak membutuhkan partisipasi masyarakat karena berkaitan dengan kewenangan Presiden. Hal ini adalah alasan yang bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat dan pembatasan kekuasaan berdasarkan hukum yang dibentuk secara demokratis.

Pemberian kewenangan penuh kepada Presiden untuk menentukan jumlah menteri jelas akan berdampak pada alokasi APBH dan kebijakan yang pada akhirnya berimplikasi pada kehidupan rakyat.

YLBHI memandang, UU ini bukan untuk kebutuhan rakyat namun hanya untuk memenuhi kepentingan kekuasaan bagi-bagi jabatan paska pemilu yang bermasalah. YLBHI melihat hanya untuk mengakomodir politik bagi-bagi jabatan dan memperkuat posisi kepolisian RI dalam UU Imigrasi tanpa evaluasi yang memadai.

Isi RUU tersebut diduga memiliki substansi yang bermasalah. UU Kementerian Negara hendak membuka celah bagi-bagi kuasa dengan menambah jumlah menteri berdasarkan subyektifitas kebutuhan Presiden, UU Wantimpres juga demikian, memberikan kewenangan Presiden untuk mengangkat anggota tanpa dibatasi jumlahnya dengan syarat yang dipermudah.

Jika sebelumnya tidak boleh memiliki catatan tindak pidana, saat ini dimungkinkan diangkat jika tidak tersangkut pidana diatas lima tahun. Selain itu, UU Keimigrasian mengatur salah satunya pemberian kewenangan penggunaan senjata api bagi petugas imigrasi dan membuka kewenangan baru bagi aparat Kepolisian untuk meminta data dan keterangan terkait orang asing.

Merujuk pada hal-hal di atas YLBHI menuntut;

1. Presiden dan DPR RI berhenti melakukan kejahatan demokrasi dan konstitusi dengan mengabaikan hak rakyat atas partisipasi bermakna dalam penyusunan Undang-Undang.

2. Negara cq. pemerintah dan DPR RI harus tunduk dan patuh pada aturan main konstitusi dan demokrasi dalam penyelenggaran pemerintahan;

3. Semestinya DPR RI dan pemerintah mengutamakan Revisi KUHAP, UU PPRT, UU Masyarakat adat, UU Perampasan Aset, dan lain-lain yang mendesak untuk menjawab kebutuhan masyarakat bukan melayani kepentingan politik kekuasaan;

4. Pemerintah dan DPR RI membatalkan dan meninjau kembali UU yang telah disahkan secara inkonstitusional dan tidak demokratis melalu mekanisme Eksekutif atau Legislatif review;

5. Masyarakat sipil untuk terus bersuara lantang melawan praktik legalisme otokratik yang memanipulasi hukum untuk kepentingan kekuasaan seperti halnya untuk politik bagi bagi jabatan.

*Penulis adalah Ketua Umum YLBHI

Tinggalkan Balasan