JAKARTA l Racikan.id – Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) mengungkapkan wacana kenaikan iuran pada Juni 2025 mendatang. Kali ini, penaikan iuran dinilai punya urgensi lebih karena adanya potensi gagal bayar.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi IX DPR Nurhadi meminta agar BPJS Kesehatan Kembali mengkaji persoalan kenaikan iuran tersebut. Pasalnya, BPJS harus memikirkan segala macam aspek jika memang ada kenaikan iuran.
“Saya berharap rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan dipikirkan secara matang, kalkulatif dan tidak “grusa-grusu”. Ini menyangkut kesehatan dan nyawa manusia yang perlu ditolong,” kata Nurhadi kepada wartawan, Kamis (14/11/2024).
Politisi Partai NasDem ini menuturkan, kenaikan iuran pasti akan berdampak pada masyarakat kelas bawah yang tidak tercover PBI.
“Jangan sampai naiknya iuran malah menambah jumlah masyarakat yang terlepas dari status aktif sebagai peserta JKN,” imbau Nurhadi.
Konsep dengan gotong royong, menurut Nurhadi, semua tertolong perlu ditafsirkan lebih luas.
“Tidak hanya si kaya membantu si miskin, tetapi juga perlu sinkronisasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam merumuskan PBIN dan PBID,” jelas Nurhadi.
Sedangkan, terang Nurhadi, kesiapan dan kesanggupan pemerintah daerah dalam program JKN sangat membantu pemenuhan anggaran kebutuhan pelayanan kesehatan secara nasional.
“Semestinya ini masuk dalam perencanaan anggaran, sehingga tidak terjadi defisit anggaran bahkan sampai gagal bayar,” imbuh Nurhadi.
Namun, Nurhadi berharap, kenaikan iuran adalah opsi terakhir bilamana negara sudah tidak memiliki cara lain untuk menyelesaikan sengkarut masalah di BPJS Kesehatan.
“Artinya, bila masih ada cara lain yang bisa ditempuh, tidak perlu menaikkan iuran,” tegas legislator Dapil Jatim VII ini.
Sebelumnya diberitakan, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti menyampaikan, penaikan iuran mesti dilakukan karena biaya layanan yang dibayarkan sudah lebih tinggi dari penerimaan iuran. Hal ini sudah terjadi sejak 2023 lalu dan berlanjut pada 2024 ini.
Dengan kondisi seperti itu, dana jaminan sosial (DJS) kesehatan semakin terbebani dan bisa jatuh ke level defisit. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian iuran untuk menyeimbangkan aset neto yang dikelola BPJS Kesehatan supaya tak terjadi gagal bayar di masa mendatang.
“Kalau tahun ini potensi defisit itu kira-kira sekitar Rp 20 triliunan. Tapi tidak ada gagal bayar sampai 2025, mungkin (potensi gagal bayar) 2026,” ungkap Ghufron.
Dia mengakui adanya potensi gagal bayar pada tahun 2026 mendatang, tanpa adanya penyesuaian tarif iuran. Ghufron mengatakan penaikan iuran dapat dilakukan pada Juni 2025 sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 59/2024 tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
“Makanya tahun 2025 kan (tarif) mau disesuaikan (kira-kira) Juni. Jadi ada kemungkinan kenaikan di 2025 tapi itu semua menunggu tanggal mainnya,” ungkap Ghufron.
Ghufron menuturkan, pihaknya telah mengusulkan rencana kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan kepada Presiden Prabowo Subianto.
“Ini adalah keputusan politik yang akan menentukan keberlangsungan program JKN dan layanan dari BPJS Kesehatan di masa mendatang,” tukas Ghufron. (***)