Hutang dari Spanyol Rp6,49 Triliun untuk KKP, Firman Soebagyo: Hanya Tambah Beban Negara

JAKARTA l Racikan. Id – Pemerintah Indonesia telah melakukan pinjaman luar negeri sebesar Rp6,49 triliun kepada Instituto de Credito Oficial (ICO) Sapanyol dan Banco Bilbao Vizcaya Argentaria (BBVA) Spanyol untuk membiayai proyek Maritime and Fisheries Integrated Surveillance System (MFISS) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Berdasarkan Surat Pemberitahuan dari Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu yang ditujukan kepada Direktoral Jenderal Pengawasan Sumberdaya Daya Kelautan dan Perikanan KKP, pinjaman dri ICO sebesar EUR150.800.000 atau setara 2,9 triliun dan pinjaman dari BBVA Spanyol sebesar EUR189.082.010 atau setara Rp3,6 triliun, maka totalnya adalah Rp6,5 triliun.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo menilai, pinjaman luar negeri sebesar Rp6,5 triliun untuk membiayai proyek MFISS yakni program pengawasan terpadu kelautan dan perikanan yang dicanangkan oleh KKP belum urgent dan hanya menambah beban hutang negara pemerintah Prabowo-Gibran.

“Dilihat dari sisi urgensi, maka belum urgent, karena dengan anggaran yang ada di KKP saat ini bisa untuk penguatan pembiayaan program
rutin KKP, dan dapat memaksimalkan produk dalam negeri untuk kebutuhan kapal, walaupun anggaran belum optimal, tetapi paling tidak kita tidak menambah hutang Negara, yang nantinya membuat ketergantungan kita terhadap negara lain makin tinggi karena berhutang,” ujar Firman.

Sementara itu, lanjut Politisi Partai Golkar ini, Presiden Prabowo berkomitmen untuk mewujudkan kedaulatan dan kemandirian bangsa, dan salah satunya adalah mengurangi hutang luar negeri.

“Sesuai dengan instruksi Presiden harus mengutamakan penguatan produk dalam negeri, dan kita tidak membudayakan utang, sehingga bangsa ini tidak tersandera,” tutur Firman.

Firman juga menuturkan, dengan kondisi kapasitas anggaran terbatas, dan penerapan sistem unified budget, maka pinjam baru yang dilakukan untuk membiayai proyek MFISS mengangu porsi angaran yang bersumber dari RM (Rupiah Murni), yang sudah diperuntukan untuk membiayai kegiatan prioritas dan yang bersifat baseline.

Anehnya, tutur Firman, proyek MFISS yang dirancang oleh KKP dengan skema pembiayaan dari pinjaman hutang luar negeri, di mana hal ini tidak pernah disampaikan dan dibahas dalam rapat dengan Komisi IV DPR RI.

“Hal ini memberikan indikasi, KKP tidak terbuka terkait hutang luar negeri ini untuk sumber pembiayaan proyek ini kepada Komisi IV DPR sebagai mitra kerjanya,” tukas Firman.

Firman menduga dan mencurigai ada permainan yang dilakukan oleh oknum tertentu untuk menyetujui realiasasi hutang ini, karena ditengarai ada broker yang memainkan peran untuk mendapatkan fee dari proyek pinjaman luar negeri tersebut.

“Oleh karena itu kami dari Komisi IV DPR akan mempelajari dan menelaah secara detail untung rugi atau plus minus pembiayaan proyek MFISS dengan mengunakan pinjaman luar negeri,” tutup Firman Soebagyo. (***)

Tinggalkan Balasan