Oleh: Jamiluddin Ritonga (*)
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang baru saja dilantik Presiden Joko Widodo (Jokowi) Bahlil Lahadalia diprediksi akan terpilih menjadi Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar pada Munas hari ini, Selasa (20/8/2024).
Perkiraan itu didasarkan pada hasil verifikasi berkas atas nama Bahlil Lahadalia dinyatakan lengkap dan memenuhi persyaratan sebagai calon ketua umum pada Munas ke XI Golkar tahun 2024. Sementara Ridwan Hisjam dinyatakan tidak lolos verifikasi karena ada beberapa syarat yang tidak terpenuhi.
Karena itu, Bahlil berpeluang akan didaulat sebagai Ketum Golkar secara aklamasi. Kalau ini terjadi, tentu mengejutkan mengingat di Golkar banyak kader yang lebih mumpungi daripada Bahlil.
Jadi, terasa aneh bila nantinya Bahlil dipilih secara aklamasi. Sebab, Bahlil selama ini tidak diperhitungkan dijajaran elite Golkar. Bahkan dibandingkan Agus Gumiwang dan Bambang Soesatyo (Bamsoet), Bahlil bukanlah siapa-siapa, meskipun di periode kedua Pemerintahan Jokowi dirinya menjadi menteri di Kabinet Indonesia Maju (KIM).
Lebih terasa aneh lagi manakala Bahlil diklaim sudah didukung 37 DPD Tingkat 1. Sebab, untuk mendapat dukungan dari DPD Tingkat 1 tidaklah mudah, apalagi yang mendekati hanya sekelas Bahlil.
Jadi, kalau DPD Tingkat 1 memberi dukungan penuh kepada Bahlil, bisa jadi ada kekuatan luar biasa dibelakangnya. Kekuatan itu bisa saja dari luar yang mendapat sambutan dari segelintir elite Golkar.
Indikasi itu semakin kuat manakala Agus Gumiwang tegas menyatakan tidak akan maju dalam bursa Caketum Golkar. Padahal selama ini Agus Gumiwang termasuk sosok yang intens ingin menjadi ketum Golkar.
Jadi, kalau Bahlil nantinya terpilih menjadi Ketum, hal itu bisa jadi karena sudah di-setting oleh pihak eksternal yang berkolaborasi dengan segelintir elite internal Golkar. Mereka mendudukkan Bahlil sebagai ketum Golkar untuk kepentingan seseorang yang secara politis masih sangat kuat di Indonesia.
Indikasi itu akan semakin kuat bila nantinya Bahlil terpilih secara aklamasi. Golkar sebagai partai besar dan tua sudah tidak independen dan demokratis dalam memilih Ketumnya.
Hal itu tentu menyedihkan di tengah makin merosotnya demokrasi di tanah air. Kalau partai sebesar Golkar saja bisa di intervensi, tentu akan lebih mudah lagi partai gurem lainnya diobok-obok.
Hal itu tentunya sebagai lonceng kematian demokrasi di tanah air, khususnya di Golkar. Duka nestapa bagi semua anak negeri. Mari berkabung nasional atas matinya demokrasi di partai berlambang pohon beringin ini.
*Penulis adalah Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul dan Dekan Fikom IISIP 1996-1999