JAKARTA l Racikan.id – Pemerintah mewacanakan berdirinya Sekolah Rakyat (SR). SR rencananya akan diterapkan pada tahun ajaran 2025-2026 ini. Sarana dan prasarana penyelenggaraan SR nantinya terdiri dari jenjang SD, SMP, dan SMA dengan konsep boarding school (asrama).
“Ya, dalam bulan ini, akhir bulan ini atau bulan depan sudah dimulai. Kalau nanti memang sudah artinya disetujui oleh Presiden perencanaan kita ini. Semuanya tergantung arahan Presiden,” kata Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul, Senin, (10/3/2025).
Pengamat Pendidikan Andreas menilai, konsep SR yang digagas Presiden Prabowo Subianto sebenarnya cukup baik, yakni mengentaskan kemiskinan melalui jalur pendidikan.
Namun, Andreas mempertanyakan, mengapa harus berbentuk SR.
“Apakah sekolah-sekolah umum yang selama ini berjalan tidak memiliki peran mengentaskan kemiskinan,?” tanya Andreas.
Andreas berpendapat, program SR hanyalah program pencitraan, kebijakan populis semata, dan tidak substansial.
“Yang diperlukan masyarakat adalah sekolah yang layak dan berkualitas yang ada di pelosok penjuru tanah air, sehingga pendidikan mudah di akses oleh masyarakat, benahi dahulu sekolah-sekolah yang kurang layak, tempatkan para guru yang berkualitas di setiap sekolah, bebaskan masyarakat yang bersekolah dari berbagai biaya, dan berikan ketrampilan yang dibutuhkan oleh masyarakat agar mampu memajukan daerahnya,” kata Andreas kepada JakartaNews.id, Senin (10/3/2025).
“Dirikanlah perguruan tinggi di setiap daerah, bila perlu tiap kabupaten ada satu perguruan tinggi,” imbau Pendiri Rumah Literasi ini.
Dengan adanya SR, lanjut Andreas, maka semakin jelas adanya pengkotak-kotakan dalam pendidikan, munculnya sektor pendidikan yang baru tentu akan memunculkan birokrasi yang baru pula, mulai dari Suku Dinas, Dinas Pendidikan, bahkan hingga Direktorat Jenderal.
“Selama pemerintahan Jokowi, ada satu Dirjen yang dihilangkan yaitu Dirjen Pendidikan Non Formal, apa dampaknya? Pendidikan non formal seperti PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) kurang tersentuh oleh pemerintah, padahal PKBM memiliki peran yang amat sangat baik dalam mencerdaskan bangsa,” ungkap Andreas menyayangkan.
Andreas memaparkan, pada tahun 2024 lalu, jumlah anak putus sekolah 4,6 juta orang, jumlah yang cukup besar.
“Dalam hal ini apa yang dilakukan oleh pemerintah? Saya rasa pemerintah belum sanggup membereskannya, lalu siapakah yang mengambil peran itu? Tentu masyarakat yang mengelola pendidikan nonformal,” tukas Andreas.
Andreas menyarankan, pendidikan yang sudah ada sebaiknya dikembangkan dan ditingkatkan mutunya agar lebih bermanfaat dan lebih terjangkau oleh masyarakat.
“Jangan sampai yang sudah ada terbengkalai dan tidak terurus malah membangun yang baru. Ini adalah salah satu bentuk kebijakan yang boros,” pungkas Andreas.
Sebelumnya, Menko Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menyampaikan, pemerintah menganggarkan Rp100 miliar untuk pembangunan satu SR.
“Saat ini sudah ada 50 SR yang sudah dapat dibuka. Anggaran tergantung perkembangan. Nanti, Pak Mensos lebih detail. Tergantung kebutuhan masing-masing lokasi, rata-rata ya Rp100 miliar untuk satu sekolah,” jelas Cak Imin.
Sementara itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyampaikan SR butuh 60 ribu guru.
Ada dua opsi terkait ini yakni mendistribusikan guru yang sudah ada atau melakukan rekrutmen baru.
“Itu nanti kita cari skemanya. Nanti mendistribusikan guru yang sudah ada atau rekrutmen baru. Nanti masih proses yang panjang,” kata Mu’ti.
Ada dua opsi kurikulum yang akan digunakan SR, yakni penggunaan kurikulum internasional seperti Sekolah Unggulan Garuda atau penggunaan kurikulum nasional.
Program sekolah rakyat ini bertujuan memberikan akses pendidikan gratis bagi masyarakat kurang mampu. (***)