JAKARTA l Racikan.id – Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Mukhamad Misbakhun buka suara terkait keputusan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) yang akan diterapkan mulai 1 Januari 2025.
Pasalnya, ungkap Misbakhun, banyak pihak menilai penerapan kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen ini tidak tepat dilakukan ketika daya beli masyarakat tengah turun.
Terkait penerapan PPN 12 persen tersebut, Misbakhun menyerahkan keputusan ini kepada pemerintah.
“Kita serahkan sepenuhnya itu menjadi wilayah pemerintah untuk memutuskan apakah kenaikan PPN menjadi 12 persen itu akan dijalankan atau tidak,” ujar Misbakhun saat ditemui di Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Selasa (19/11/2024).
Menurut Misbakhun, ketentuan kenaikan PPN jadi 12 persen mulai awal tahun depan telah ditetapkan di dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021.
“Dalam penetapannya telah melalui kajian yang mendalam sesuai dengan kondisi saat itu. Namun, kondisi saat ini telah berubah dari kondisi ekonomi saat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) itu dirumuskan,” jelas Misbakhun.
Misbakhun mengungkapkan, daya beli masyarakat tengah mengalami penurunan sehingga seharusnya hal ini menjadi pertimbangan pemerintah untuk menerapkan kenaikan PPN.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga pada Kuartal III 2024 tumbuh 4,91 persen, melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 4,93 persen.
Angka pertumbuhan konsumsi rumah tangga itu di bawah pertumbuhan ekonomi RI yang pada periode yang sama sebesar 4,95 persen.
Selain itu, jumlah kelas menengah juga tengah mengalami penurunan yang signifikan. Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk kelas menengah turun dari 57,33 juta jiwa pada 2019 menjadi 47,85 juta jiwa pada 2024.
Menurut Misbakhun, saat ini ada situasi yang tidak sama dengan kondisi 2022, yaitu daya beli yang menurun.
“Sekarang kita kembalikan kepada pemerintah karena undang-undang itu sudah disepakati. Tinggal pemerintah apakah kemudian mengkonsider kondisi daya beli yang menurun dan penurunan kelas menengah yang hampir 10 juta,” lanjut Politisi Partai Golkar ini.
Sekalipun pada akhirnya pemerintah tetap bersikukuh menerapkan PPN 12 persen pada 1 Januari 2025, Misbakhun meyakini keputusan itu telah melalui pertimbangan yang matang.
“Kalau pemerintah tidak menjadikan itu pertimbangan, berarti pemerintah masih beranggapan bahwa kondisi ekonomi masih stabil, ekonomi masih tidak terpengaruh dengan daya beli masyarakat. Nah itu saja, silahkan,” tutur Misbakhun.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan, tarif baru Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen harus direalisasikan mulai 1 Januari 2025.
Sri Mulyani bilang, meski menulai banyak kontra, penerapan PPN 12 persen tak bisa ditunda-tunda karena merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). (***)