20 Tahun Tak Disahkan Jadi UU, Komnas Perempuan Soroti Draf RUU PPRT yang Penuh Negosiasi

berusia 20 tahun ini mungkin awalnya itu penuh idealisme tapi sekarang penuh ruang-ruang negosiasi yang sebetulnya bisa jadi justru ini lebih pada simbolik pengakuan pekerja rumah tangga itu adalah pekerjaan dan karena itu berhak untuk mendapatkan perlindungan dan dukungan agar semua orang yang berada dalam ekosistem kerja itu bisa merasa aman dan nyaman.

Kami mencatat dalam 5 tahun terakhir ada lebih dari 2.000 kasus yang dilaporkan ke Komnas Perempuan mengenai kondisi pekerja rumah tangga baik itu yang langsung melapor ke Komnas perempuan maupun yang melalui jaringan.

Demikian disampaikan Ketua Komnas Perempuan Andi Yentriyani saat menjadi Narasumber Diskusi Forum Legislasi DPR RI bertema “UU PPRT Jadi Landasan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga” di Ruang PPID, Gedung Nusantara 1, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/9/2024).

Dalam komunitas perempuan, Andi mencatat kasus yang dilaporkan ke Komnas perempuan mengenai kondisi pekerja rumah tangga baik itu yang langsung melapor ke Komnas perempuan maupun yang melalui jaringan.

Andi mengungkapkan, pada 5 tahun terakhir ini mencapai lebih 2.000 kasus macam-macam.

“Mungkin yang sangat populer itu kalau dia viral bentuknya udah yang hebat misalnya kalau kita ingat ada pekerja rumah tangga di daerah seputaran Jakarta ini melompat keluar dari rumah majikannya dengan kondisi yang juga tidak baik dan akhirnya mengalami luka yang cukup berat, ataupun ada juga kasus di mana berakibat dengan sangat fatal meninggal dunia atau mengalami kekerasan seksual,” papar Andi.

Di Indonesia, ungkap Andi, sebetulnya jarang sekali ada spesifikasi-spesialisasi.

“Kalau tonton lihat pekerja migran Indonesia yang berangkat untuk menjadi pekerja rumah tangga undang-undang perlindungan pekerja migran itu bahkan menuntut ada spesialisasi kerja kalau kamu datangin untuk masak kamu tidak boleh meminta dia untuk juga dijaga orang tua di rumah atau bayi di rumah karena itu urusannya baby sitter tuh atau car driver yang lain kalau kita kan pocok-pocok ya kalau bahasa daerah itu,” terang Andi

Andi pun mempertanyakan mengapa draf RUU PPRT ini yang mungkin dulunya di awal sangat idealis sekarang jadi sangat negosiasi gitu karena model spesialisasi yang awalnya diharapkan sekarang juga sudah tidak ada lagi.

“Masyarakat sekitar dan terutama aparat penegak hukum dan aparat negara lain yang bertanggung jawab untuk memastikan hak-hak yang sudah dilindungi tadi betul-betul tersendiri dengan seluruh proses negosiasi ini rasanya betul-betul seperti tadi saya sampaikan di awal RUU yang ada ini karena membasiskan pada kesepakatan-kesepakatan yang bisa dilakukan dan juga perlindungan-pelindungan yang sifatnya sangat minimal agar bebas dari kekerasan dan diskriminasi,” papar Andi.

Andi pun menambahkan, begitu besarnya amanat yang diberikan oleh rakyat kepada anggota DPR RI periode 2019-2024 agar UU PPRT ini dapat disahkan menjadi UU.

“Kepada para anggota DPR RI yang akan segera mengakhiri masa baktinya di tahun 2020-2024 ini masyarakat penuh harap semoga UU ini bisa disahkan di masa periode yang berjalan selama 20 tahun terakhir ini,” pungkas Andi Yentriyani. (***)

Tinggalkan Balasan